Dalam momen ini, pemerintah Indonesia secara langsung mengambil alih tanggung jawab penuh atas pengelolaan keimigrasian. Peristiwa ini sekaligus menjadi momen simbolis awal dari penataan sistem keimigrasian nasional yang sesuai dengan amanat kemerdekaan dan kebutuhan negara berdaulat. Reformasi keimigrasian yang terjadi kemudian bertujuan untuk melepaskan diri dari pengaruh sistem kolonial serta menciptakan sistem keimigrasian yang mandiri dan selaras dengan identitas Indonesia sebagai sebuah bangsa merdeka.
Penyerahan dinas imigrasi kepada pemerintah Indonesia di masa Republik Indonesia Serikat ini menjadi puncak dari proses panjang perjalanan reformasi keimigrasian yang berlangsung sejak era proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Peristiwa tersebut juga menandakan babak baru dalam sistem keimigrasian Indonesia, di mana tugas dan wewenang dinas imigrasi mulai dikembangkan secara independen oleh pemerintah Indonesia demi mendukung pembangunan nasional dan hubungan internasional yang lebih terarah.
Era Republik Indonesia Serikat: Puncak Sejarah Pembentukan Lembaga Keimigrasian di Indonesia
Era Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi momen puncak dari proses panjang pembentukan lembaga keimigrasian di Indonesia. Pada masa ini, dinas imigrasi yang sebelumnya merupakan produk peninggalan Hindia Belanda secara resmi diserahterimakan kepada pemerintah Indonesia pada tanggal 26 Januari 1950. Peristiwa ini merupakan tonggak penting dalam pengelolaan keimigrasian Indonesia secara mandiri.
Struktur Organisasi Awal Jawatan Imigrasi
Pasca serah terima, Mr. H.J. Adiwinata menjadi Kepala Jawatan Imigrasi pertama dari putra pribumi. Struktur organisasi jawatan imigrasi saat itu masih melanjutkan struktur yang diwarisi dari Immigratie Dients peninggalan Hindia Belanda. Meskipun organisasi ini telah diambil alih oleh pemerintah Indonesia, susunannya tetap sangat sederhana dan berada di bawah koordinasi penuh Menteri Kehakiman, baik dari segi operasional, administratif, maupun organisatoris.
Sebagai negara yang baru merdeka, tantangan utama pada awal pembentukan jawatan imigrasi adalah terbatasnya sarana dan prasarana penunjang, termasuk sangat terbatasnya jumlah sumber daya manusia (SDM) pribumi yang memahami tugas dan fungsi keimigrasian. Masalah ini disebabkan oleh fakta bahwa pada masa kolonial, sebagian besar posisi penting dalam jawatan imigrasi dikuasai oleh warga Belanda, sementara pribumi tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan keahlian di bidang tersebut.
Penggunaan SDM Berkebangsaan Belanda
Dalam rangka menjaga keberlangsungan pengelolaan keimigrasian selama masa transisi, jawatan imigrasi Indonesia pada awal tahun 1950 terpaksa masih menggunakan sebagian pegawai berkebangsaan Belanda. Dari total 459 pegawai yang bekerja di jawatan imigrasi di seluruh Indonesia, sebanyak 160 orang di antaranya adalah warga Belanda. Hal ini menjadi salah satu tantangan besar di mana pemerintah harus segera menyiapkan putra-putra bangsa yang memiliki kompetensi untuk menggantikan pegawai dari pihak asing.